Makan dan Jalan Blog

Blognya makan dan jalan

Connections

Diberdayakan oleh Blogger.
Jumat, 25 April 2014

Suatu pagi di jembatan Pundong


Suatu pagi di jembatan Pundong, Bantul, Yogyakarta , Waktu seolah-olah berhenti disini.Aktivitas terasa kalem . Sungai  oya sebentar lagi sampai ke hilir menuju laut Parangtritis setelah mengarungi kota, melipir pegunungan seribu, membawa endapan lumpur juga pasir yang merupakan material merapi dan gerusan lumpur dari pegunungan seribu. Dan menjadi saksi beberapa jembatan yang dibangun diatasnya. Jembatan gantung Pundong adalah salah satunya.

Untuk melewati jembatan ini diperlukan kesabaran karena hanya bisa dilalui satu jalur. Angkat tangan anda tinggi-tinggi untuk minta jalan kepada pengguna jalan dari arah yang berlawanan. Dan sensasi suara riuh dari roda motor yang beradu dengan jembatan , itu yang kusuka.

Jembatan eksotis ini, kabarnya akan diganti dengan jembatan baru dengan konstruksi jembatan sama pada umumnya. Jembatan beton yang dapat dlalui two way.

Gunung Kawi, candi pemujaan raja-raja Bali


Jajaran candi di pahat di tebing batu karst di ngarai Pakerisan . Inilah candi pemujaan raja-raja di Bali yang dibangun pada abad 11.Tertarik dengan foto-foto di internet yang keren akan tempat ini serta sejarahnya, saya dan  
Rama menyambangi tempat ini.

Pagi itu saya bersama Rama menyewa motor matic menuju Gunung Kawi. Kebetulan kita menginap di ubud yang berjarak tidak jauh dari tujuan. Karena kelewat pede dan tidak bertanya ke penduduk lokal ditambah tidak memiliki peta maka kami tersasar di pura Gunung Kawi di Sebatu.

" Sepertinya bukan ini ", kata Rama setelah mengetahui pemandangan di hadapannya berbeda dengan tampilan foto yang pernah kita googling. Kita membuka tablet bergegas googling dan ketahuan dimana kesalahan ini. Ternyata Pura Gunung Kawi dan Gunung Kawi adalah dua tempat yang berbeda walaupaun nama hampir sama . Pura Gunung Kawi merupakan Pura di banjar Sebatu, desa Sebatu, Tegallalang, Gianyar. Sedangkan Gunung Kawi adalah candi di banjar Penaka, desa Tampak Siring, kecamatan Tampak Siring, Gianyar.

Motorpun kita arahkan ke Tampak Siring. Gunung Kawi berada sekitar dua ratus meter dari istana Tampak Siring , persisnya sebelum istana ada jalan belok ke kanan dan terdapat papan penunjuk jalan.

Jalan menuju ngarai Pakerisan berupa anak tangga menurun sekitar 300-an dan di sekitar jalan tersebut terdapat hamparan terasiring sawah nan cantik. Rama dan saya tidak sabar untuk berfoto. Dan beberapa kali dia berfoto narsis.




Menuruni tangga sebanyak tiga ratusan telah kita lalui dengan sukses bahkan sedikit berlari karena tidak sabar untuk sampai ke lokasi. Akan tetapi dalam hati membayangkan perjalanan pulang yang pasti ngis-ngosan karena mendaki tangga sebanyak ini. Di ujung tangga terdapat lubang yang terpahat di batu layaknya sebuah pintu. Hmmm...kami seolah-olah kembali ke zaman batu.




Kami sampai ngarai Pakerisan. Ngarai ini diapit oleh dua dinding batu karst. diantara dua dinding ini di tengahnya terdapat bagian yang datar dan mengalir sungai Pakerisan. kemudian menyebrangi sungai Pakerisan, sampai disini dibuat takjub akan pemandangan di depan kita.



Di bagian tebing bagian timur, lima candi berdiri berjajar , secara fisik mirip dengan candi di jawa tengah dan jawa timur terpahat tebing batu karst yang tingginya sekitar lima belas meter. Berbeda dengan candi di Jawa yang berdiri sendiri diatas tanah. Candi Gunung Kawi menempati relung atau ceruk di tebing.Dan yang menakjubkan candi-candi tersebut dipahat dari batu tebing tersebut.

Kelima candi ini merupakan monumen untuk menghormati raja Bali Udayana, raja Anak Wungsu yang memerintah sekitar tahun 1050 - 1080 serta keluarganya.

Saya dan Rama kembali berfoto-foto narsis, bahkan terkesan kalap. Berfoto dari berbagai angle. Setelah foto-foto ini dibuka di komputer, kita menyesal karena selalu saja berfoto di angle yang hampir sama.


Kembali menyebrang sungai menuju dinding batu sebelah barat. Disini terpahat empat candi yang fisiknya sama. Keempat candi ini merupakan monumen persembahan untuk selir dan anak-anak dari raja Anak Wungsu. Selain candi di dinding di sebelah barat terdapat pula relung di dinding batu tempat bersemedi atau wihara.


Setelah puas mengagumi berkeliling di ngarai tempat penghormatan bagi raja-raja Bali dan tentu saja puas berfoto ria, Kami bersiap pulang.Terbayang napas habis karena menaiki tangga sebanyak tiga ratus-an. Dan bener juga setiap naik tiga puluh tangga, saya ngos-ngosan dan berkeringat, sayapun beristirahat sambil menenggak air mineral. Rama membalap langkah saya padahal umur kami terpaut jauh. Saya lebih muda dari Rama tapi stamina dia lebih kuat. Sementara saya duduk ngaso di pinggir jalan, Rama telah sampai di ujung tangga dan ngobrol dengan bapak penjual souvenir.